K A S I H

Mohon membaca dengan santai, perlahan, seyogyanya tidak memikirkan yang Anda baca, namun dirasakan .. cari dan temukan “kasih di dalam hati.

Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.

Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.

Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih. (1 Kor 13:1-10, 13)

“Kasih” kasih itu harus diwujudnyatakan, apa alasannya ? Intisari dari Surat Paulus pertama kepada umat di Koristus bab 13 tersebut adalah “memilih” 1 dari 2 pilihan, yaitu “perkataan” atau “perbuatan” ? Menurut Paulus, lebih penting “tindakannya” dari pada “perkataannya.” Mengapa ?

Alasan penekanan Paulus tentang “kasih” sebagai jiwa dan jati diri kekristenan kepada jemaat di Korintus saat itu (dan juga kita zaman ini), karena terjadinya “kesombongan” rohani, mereka merasa dirinya memiliki karunia dari Tuhan, sehingga menjadi sombong dan mulai menganggap bahwa diri mereka lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan jemaat yang tidak memiliki karunia tersebut. Terdorong keprihatin melihat praktek jemaatnya maka Paulus memberikan ketegasan, bahwa kepandaian berbicara, bernubuat, memiliki hikmat dan pengetahuan manusia jika tidak disertai kasih hanya akan menciptakan kegaduhan, dan membuat dirinya tidak berharga.

Surat Paulus tersebut juga memberikan pelajaran penting bagi kita, orang-orang Kristen (pengikut Kristus) masa kini, yaitu bahwa kita adalah orang yang dihidupkan oleh Kristus dan bagi Kristus. Karena itu kitalah orang-orang yang akan memiliki dan menyatakan kasih Kristus itu dalam segala aspek kehidupan kita.

Karunia akan berakhir, tetapi kasih kekal ! Siapa dapat menghadap Allah kalau tidak mengasihi Dia? Di samping itu “kasih” adalah sikap respons personal Kristen kepada Allah dan sesama. Tanpa “kasih” kita tidak akan pernah bisa bergaul dengan Allah, terlampau berat pula untuk “memikul salib” kita dalam perjalanan menuju Kasih Kristus, KASIH AGAPE, Kasih yang tak berkesudahan.

Secara positif kasih mengarahkan kita, orang-orang yang percaya kepada Kristus untuk :
(1) selalu berpikiran positif terhadap orang lain
(2) selalu sabar menanggung segala sesuatu
(3) selalu berpengharapan
Hanya orang-orang yang dihidupkan oleh Kristus dan hidup bagi Kristus sajalah yang akan memiliki “kasih,” dan hanya orang-orang seperti inilah yang diberikan kemampuan dan anugerah dari Allah untuk menjadi cerminan kasih Allah kepada banyak orang, terutama kepada mereka yang belum mengenal dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.

Pilihan Paulus tepat, karena “kasih” terlampau luas untuk dapat ditangkap serta diungkap dengan kata-kata manusia yang sarat keterbatasan, dengan kata lain “kasih” itu lebih luas dari pada perbendaharaan dan daya penalaran manusia, begitu dalam dan luasnya “kasih” sehingga tidak ada kata-kata (nalar) manusia yang cukup untuk bisa mengungkapkan makna “kasih,” yang sejauh ini belum sampai kepada Allah itu Kasih.

Untuk lebih membantu mewujudkan “kasih” yang ditekankan Paulus tersebut, dapat kita persempit menjadi dua aspek, yaitu aspek “pengendali diri” dan “pengorbanan diri” :

Kasih Pengendali Diri (Pikul Salib) | Kasih itu sabar, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan atau tidak kasar, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran, tidak menyimpan kesalahan orang lain, sabar menanggung segala sesuatu. Untuk dapat mewujudnyatakan “kasih pengendali diri” harus ada kemampuan dan kerelaan melepaskan hak untuk marah, hak untuk kenikmatan, hak untuk diakui, hak untuk membela diri (membalas), dsb. Disinilah salah satu tempat kita “memikul salib” yang berat.

Kasih Penyerahan Diri (Pengorbanan) | Kasih itu murah hati, kasih itu menutupi (melindungi) segala sesuatu, kasih itu percaya segala sesuatu, kasih itu mengharapkan segala sesuatu (penuh pengharapan). Untuk dapat mewujudnyatakan semua bentuk “kasih penyerahan diri” harus dalam ketulusan untuk percaya satu dengan yang lain, terlebih untuk percaya kepada Kristus, harus tulus seperti anak kecil. Disinilah tempatnya “iman” (bdk. 1 Kor 13:13)

Dari dua aspek “kasih” : Penyendalian dan Penyerahan Diri itulah kita dapat sampai kepada “Kasih Agape” (Kasih Kristus), yaitu “kasih” yang tidak lagi bertumpu pada apa yang orang lain lakukan kepada kita. Meskipun manusia tetap berdosa, Kasih Kristus tidak akan pernah beruhan, cinta-Nya kepada kita adalah “cinta buta” : tidak memandang apakah kita setia atau tidak.

Berbicara soal kasih Allah tidak ada habisnya, seorang pujangga berkata bila lautan adalah tintanya dan langit adalah kertasnya, maka lautan kering langitpun penuh melukiskan seluruh Kasih-Nya yang tidak dapat terpikirkan oleh pikiran manusia, jauh lebih dalam dan lebih luas sehingga tidak dapat diselami oleh satu orangpun manusia didunia ini. Yesus yang adalah Allah sendiri dalam wujud dan rupa manusia telah mengorbankan diri-Nya menjadi serupa dengan manusia. Dia menjadi hina sama dengan kita dan merelakan diri-Nya bagi kita :

“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:13)

“Kasih” Menurut Yohanes

1 Yohanes 3 : (1) Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia. (2) Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. (3) Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci. (4) Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah. (5) Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa. (6) Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia. (7) Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar; (8) barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu. (9) Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah. (10) Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya. (11) Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi; (12) bukan seperti Kain, yang berasal dari si jahat dan yang membunuh adiknya. Dan apakah sebabnya ia membunuhnya? Sebab segala perbuatannya jahat dan perbuatan adiknya benar. (13) Janganlah kamu heran, saudara-saudara, apabila dunia membenci kamu. (14) Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. (15) Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya. (16) Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. (17) Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? (18) Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. (19) Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, (20) sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu. (21) Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, (22) dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya. (23) Dan inilah perintah-Nya itu: supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita. (24) Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita.

Pengalaman memperoleh anugerah kehidupan kekal membawa sukacita bagi setiap orang yang mengalaminya. Namun kita lebih bersukacita bila melihat saudara, teman, tetangga, dan siapa pun menerima kehidupan kekal karena pemberitaan Firman hidup.

Pemilihan kata demi kata oleh Yohanes dalam suratnya tersebut menandakan bahwa ia bersaksi melalui pengalaman hidupnya bersama Firman hidup, yakni telah ada sejak semula, telah kami dengar, telah kami lihat, telah kami saksikan, dan telah kami raba dengan tangan. Semuanya ini berbicara tentang Firman hidup, yang sungguh nyata dan benar-benar memberikan kehidupan. Mengapa Yohanes menegaskan ini berulangkali? Tujuannya adalah supaya orang lain pun mengalami pengalaman yang sama, bersekutu dengan Allah Bapa, Yesus Kristus, saudara seiman, dan memiliki kehidupan kekal. Bukan sekadar hidup secara fisik karena masih bernafas, tetapi pengertian hidup kekal di dalam persekutuan dengan Allah di dalam Yesus Kristus, kini dan selamanya.

Seorang yang hidup dalam terang bukan tampak dari pengakuannya tetapi bagaimana ia hidup dalam kebenaran firman Tuhan. Seandainya pun ia rajin beribadah setiap minggu, rajin melayani, dan rajin mengadakan ibadah keluarga, belum dapat dipastikan bahwa ia hidup dalam terang, mungkin ia hanya melakukan semuanya itu secara rutin. Namun seorang yang sungguh-sungguh hidup benar di hadapan Tuhan, sudah dapat dipastikan bahwa ia hidup dalam terang.

Pengalaman indah yang dialami Yohanes bukan untuk dirinya semata, tetapi pengalaman indah ini mendorongnya untuk memberitakannya kepada orang lain. Hanya orang yang telah mengalaminya yang dapat berkata dengan tegas, “tidak ada sesuatu pun yang lebih berharga sehingga nilainya dapat ditukar dengan hidup kekal!”

Anak-anak Allah (1 Yoh 3:1-10)

Anak-anak Allah. Manusia yang percaya pada Yesus mendapat status dan posisi baru. Sekarang mereka tidak disebut musuh Allah, melainkan anak-anak Allah. Status baru ini terjadi semata-mata karena kasih Allah yang besar (ay 1). Apa akibat status baru ini?

Dunia tidak mengenal kita (ay 1)

Jika orang-orang yang percaya kepada Kristus (gereja) mengalami penderitaan di dunia, kita tidak perlu heran, karena dunia tidak pernah menerima Yesus Kristus sebagai Anak Allah sehingga mereka juga menolak kita, para pengikut Yesus. Namun, penderitaan dan penganiayaan yang orang-orang Kristen alami justru merupakan bukti nyata bahwa kita adalah benar anak-anak Allah.

Menjadi seperti Kristus (ay 2)

Setiap orang yang percaya pada Yesus akan menjadi seperti Yesus. Jadi seperti nyatanya Yesus, demikianlah nyatanya orang percaya menjadi anak-anak Allah.

Hidup suci (ay 3)

Menjadi anak-anak Allah merupakan dorongan bagi orang percaya untuk hidup seperti Yesus. Pergumulan dan persoalan hidup, seharusnya membuat kita bergantung sepenuhnya kepada Yesus. Hal ini tentu semakin membentuk orang percaya menjadi serupa dengan Yesus. Inilah hidup suci yaitu hidup yang tidak pernah lari dari pergumulan dan persoalan hidup.

Di dalam Yesus Tidak Ada Dosa (ay 6)

Setiap orang yang percaya pada Yesus tentu berpihak kepada Yesus dan berjuang melawan dosa (iblis). Lebih tegas dikatakan dalam ayat 9 bahwa setiap orang yang lahir dari Allah tidak berbuat dosa. Ayat 8 dan 10 juga mengutarakan hal yang senada. Sebaliknya, berbuat dosa menjadi bukti bahwa ia tidak berada dalam Yesus. Namun, bagi anak-anak Allah kemungkinan untuk berbuat dosa dan tidak berbuat dosa sangat terbuka. Sampai Yesus datang kedua kali, maka anak-anak Allah hidup di dalam ketegangan di antara dua kemungkinan tersebut.

Mengasihi adalah tanda anak-anak Allah (1 Yoh 3:11-18)

Mengasihi adalah tanda anak-anak Allah. Hari ini kita belajar tentang suatu kenyataan yaitu tanda yang memperlihatkan bahwa seseorang hidup dalam Yesus adalah kasih.

Bagi Yohanes, kasih bukanlah sekadar kata benda atau kata sifat. Dalam suratnya tersebut Yohanes memakai kata kerja mengasihi (ay 11,14,18). Sebagai “kata kerja” kasih tidak dapat dilepaskan dari relasi personal dan sosial dengan manusia lainnya. Seseorang tidak dapat mengatakan bahwa ia penuh kasih ilahi, tetapi hidup tanpa relasi dengan manusia lainnya. Kasih memerlukan objek untuk dikasihi, yaitu sesama manusia. Secara khusus hakikat kasih dikontraskan dengan dua model yakni Kain dan Kristus. Di sini kita melihat ada benang emas dengan Surat Paulus (1 Kor 13:1-10, 13) di atas.

Dalam kitab Kejadian dilaporkan bahwa persembahan Kain tidak diterima, sedang persembahan Habel, adiknya, diterima Allah (lih. Kej 4:3-8). Akibatnya timbul kecemburuan dan kebencian dalam diri Kain. Kegagalan Kain untuk mengasihi adiknya melahirkan kebencian mendalam dan akhirnya pembunuhan. Kain membenci Habel yang berbuat benar di hadapan Allah. Perbuatan benar inilah yang dibenci oleh dunia. Oleh sebab itu, Yohanes memperingatkan kita bahwa jika kita membenci perbuatan benar maka tidak ada kasih, dan itu berarti kita sedang membenci. Membenci berarti membunuh. Inilah hidup model Kain.

Kedatangan Yesus ke dalam dunia menunjukkan wujud kasih Allah kepada kita. Karya Yesus selama Dia hidup, baik perkataan maupun perbuatan, mendemonstrasikan kasih Allah. Bukti kasih yang lebih jelas adalah ketika Kristus menyerahkan nyawa-Nya, berkurban untuk kita (ay 16). Yesus rela menyerahkan nyawa-Nya sendiri agar kita hidup. Oleh karena itu, orang yang percaya pada Yesus patut meneladani kasih Kristus. Kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara seiman.

Dibenci namun mengasihi (1 Yoh 3:11-24)

Seorang yang tetap di dalam maut dan tetap menolak Kristus tidak mungkin memiliki kasih sejati, karena ia belum pernah menyadari, menghayati, dan mengalami kasih Kristus. Ia hanya mengasihi selama orang tersebut mengasihinya atau mau mengikuti kehendaknya. Kasihnya hanya merupakan respons dari kebaikan, perhatian, kemurahan, dan kasih orang lain. Sebaliknya, anak-anak Allah memiliki kasih proaktif, senantiasa memancarkan kasih kepada siapa saja, baik kepada yang akan memberikan respons kasih maupun kepada yang akan memberikan respons kebencian. Baginya objek kasih tidak menentukan apakah dia bisa mengasihi atau tidak, tetapi Subjek yang ada di dalam dirinya, yakni Yesus Kristus. Itulah sebabnya kasih Kristus yang menjadi `motivator’ dalam dirinya untuk terus memancarkan kasih kepada siapa saja, termasuk kepada orang-orang yang membenci kita karena belum mengenal Kristus.

Seperti Kristus, kita pun dibenci dunia

Karena kasih-Nya, Ia mati bagi dunia, bagi kita yang berdosa. Dunia pantas membenci kita karena kita memusuhi-Nya, namun justru Ia mengasihi dan menyelamatkan kita dari dosa. Kita harus meneladani Kristus, mengasihi sesama mulai dari saudara. Artinya, kita siap dihina, ditolak, dihindari, diasingkan, dianiaya, dll, asalkan mereka percaya kepada Kristus. Tidak cukup dengan perkataan, tetapi wujudkan kasih melalui tindakan nyata dalam kebenaran, sehingga mereka melihat bukti kasih kita secara konkrit. Dengan demikian kita berani tampil di hadapan Allah sebagai pelaku perintah-Nya karena kita hidup dalam kebenaran-Nya.

Wajib hidup seperti Kristus hidup

Pengikut Kristua wajib hidup seperti Kristus hidup, yakni “mencirikan (mencerminkan) “kasih.” Mengapa mengasihi saudara sebagai tanda seseorang telah hidup dalam Kristus ? (ay 10) Seseorang yang hidup dalam Kristus berarti telah mengalami terlebih dahulu kasih Kristus yang mati di salib sebagai wujud kasih-Nya kepada manusia berdosa. Kasih yang telah dialaminya ini akan memampukannya mengasihi orang lain: keluarga, sahabat, teman, dan siapa saja. Mengasihi orang dekat — keluarga — jauh lebih sulit dibandingkan mengasihi orang lain, karena mereka dapat melihat bagaimana kualitas hidup kita sehari-hari. Oleh karena itu mengasihi tidak dapat dipisahkan dengan menaati perintah-Nya. Setiap orang yang mengasihi Allah, baik bapa-bapa, orang muda, dan anak-anak akan melakukan perintah-Nya yang intinya adalah kasih. Tetapi seorang yang tidak mengenal, menerima, dan melakukan kasih adalah seorang yang masih hidup dalam kegelapan dan ia tidak tahu kemana arah hidupnya (ay 11).

Hidup dalam terang tidak berarti terpisah dari dunia, namun tidak mengikuti arus dunia yang akan lenyap (ay 17). Segala yang dari dunia: keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup harus ditanggalkan, semuanya ini bukan lagi merupakan tujuan hidup karena akan menghambat kasih kita kepada Bapa.

Hanya ada dua pilihan: mengikut dunia atau mengikut Tuhan, tidak ada pilihan lain. Tetap mengikuti dunia akan lenyap bersama dunia yang fana. Tetapi menjadi pengikut Tuhan yang setia, yang hidup seperti Kristus hidup, yang melakukan kehendak Allah, akan hidup selama-lamanya.

Keberanian berdoa di hadapan Allah (1 Yoh 3:19-24)

Yohanes telah menegaskan bahwa orang percaya tidak berbuat dosa. Tanda yang tampak dari anak-anak Allah adalah kasih yang mereka lakukan. Namun, pada kenyataannya anak-anak Allah masih sering berbuat dosa. Misalnya, tidak mengasihi saudara seiman dan manusia lainnya seperti Kristus mengasihi manusia. Jika demikian apakah masih layak disebut anak-anak Allah?

Allah lebih mengenal kita dari pada kita mengenal diri sendiri (ay 20). Oleh karena itu sepatutnyalah kita menyerahkan segalanya bukan kepada penilaian hati melainkan pada belas kasihan Allah. Betapapun kuat dan hebatnya suara hati menuduh, kita dapat menghampiri Allah yang penuh belas kasihan dan pengampunan. Inilah dasar keberanian kita untuk menghampiri Allah dan memohon pada-Nya (ay 21). Di samping itu, kita harus menuruti segala perintah-Nya dan melakukan yang berkenan pada-Nya (ay 22). Ini merupakan bukti, bahwa kita memiliki relasi dengan Allah yaitu relasi yang dilandasi dan diwarnai dengan dan oleh kasih (ay 23). Tetapi perlu kita sadari bahwa kasih hanya muncul jika atau karena percaya pada Yesus. Jadi, hanya yang percaya pada Yesus Kristus dan yang mengasihi sesama sajalah yang disebut orang Kristen.

Ada satu hal lagi yang dikatakan Yohanes, yaitu bahwa Allah telah mengaruniakan Roh Kudus kepada kita (ay 24). Roh yang diberikan pada kita merupakan jaminan kuat bahwa kita adalah anak-anak Allah. Jadi Yohanes mendorong orang percaya untuk memperdalam relasi dengan Allah sehingga memiliki keberanian yang semakin kuat untuk menghampiri dan meminta apa saja pada Allah dalam doa.

Tinggalkan komentar

Tinggalkan komentar